My Blog List

Saturday, December 12, 2015

[SONGFICT] Butuh Kasih Sayang

Sebuah bentuk apresiasi kepada lagu terbaru Felly Young yang berjudul Butuh Kasih Sayang.

Title :
BUTUH KASIH SAYANG
Cast : 
1. Felly Young as Herself
2. Mario Kacang as Himself
3. Cherly Juno, Steffy Ai, Kezia Karamoy as Felly's Friends.
4. Harry Styles as Felly's senior.
5. Christy Chibi as Mario's partner
Genre :
Songfitct, romance, hurt.


        Entahlah sudah hampir beberapa bulan belakangan ini, Mario selalu mengacuhkanku, sikapnya menjadi cuek dan tak peduli padaku. Aku tidak merasa punya salah, kalaupun ada salah, dulu ia selalu mengatakan padaku, membuatku menjadi lebih baik.
        Tetapi entahlah, sejak pekerjaannya menumpuk, Mario sangat cuek dan tidak lagi perhatian padaku. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, sambil menatap teman-temanku yang kini sedang duduk dihadapanku bersama para kekasihnya.
        “Mario masih ada kerjaan?” aku mengangguk menanggapi perkataan Rafaell –kekasih Steffy yang juga mengenal baik dengan Mario. Ya, aku dan ketiga temanku ini memang selalu mempertemankan kekasih kami dengan kekasih yang lain dengan baik. Karena bagiku, disaat pacar kita bisa hangout bareng dengan teman itu sangat bahagia dan aku menyukainya.
        “Entahlah. Capek mikirin Mario.” Aku kembali menyeruput frapucinnoku. Mengabaikan tatapan prihatin dari keenam temanku beserta kekasihnya.
        “gue masih bahagia selama ada kalian. Nggak perlu tatap gue kayak gitu.” Akhirnya Cherly menghela nafas lega kemudian berpindah duduk disampingku, bangku yang memang hanya untuk Mario.
        “Lo datang aja ke Kantornya, bawa Kue. Habisin waktu sama dia.” Aku menggeleng kecil. Aku udah pernah mencoba hal ini, dan hasilnya tetap sama. Nihil. Mario tetap cuek dan tak peduli padaku. Dimana letak salahku.
        “Memang sejak kapan Mario menomorduakan elo dibanding pekerjaannya, Fel?” Aku kembali menggeleng mendengar perkataan Kezia. Aku tak ingin memperdalam masalah ini. Lebih tepatnya aku tidak ingin teman-temanku yang sudah bahagia dengan kekasihnya, malah menjadi ikut sedih karena masalahku.
        “Sekarang baru tanggal 5, lho” Aku menatap Rafaell dengan tatapan bingung. “Ya terus?”
        “Kayaknya belum telat deh buat dapetin quality time, merayakan hari jadi kalian.” Aku menghela nafas panjang kemudian menggeleng lagi. Sejak Mario berubah, semua saran yang disampaikan teman-temanku tak pernah ada yang sejalan dengan fikiranku. Yang ada difikiranku, aku langsung menyemprot Mario dengan mulut cerewetku ini, melontarkan rombongan pertanyaan kenapa Mario berubah.
        “Percaya. Kalau lo datang dengan niat baik, semoga Mario bisa menyambut kedatangan lo dengan kebaikan.” Kini aku mencoba menerima perkataan Cherly dengan baik. Aku ingin sekali saja mengikuti saran mereka. Untuk kali ini mereka berbicara serius.
        “Sebentar,” Kezia bangkit dari duduknya ditemani Yudha berjalan menuju kasir. Mengobrol dengan kasirnya dan aku kembali menatap Steffy yang kini merangkul bahuku sambil sesekalinya menepuk pundakku.
        “Apapun yang dia lakukan nanti, jangan terbawa emosi. Ingat, kalian itu sama-sama sayang.”
        “Sayang banget, kalau kalian harus putus.” Steffy melotot pada Cherly yang kini malah cengengesan, membuat aku kembali tersenyum pada tingkah sahabat-sahabatku. Aku pun ikut merangkul bahu mereka dan memeluknya dengan erat.
        “Nih,” dihadapanku sudah ada sekotar cheese cake didalamnya yang memang bagian atasnya sedikit dilapisi plastic bening. Aku mengangkat kepalaku menatap Kezia dan juga Yudha. “Makasih ya,”
        Aku segera bangkit dari dudukku, memeluk kotak kuenya dan berpamitan pada semuanya, sekaligus meminta do’a untuk kelancaranku yang masih bingung harus melakukan apa untuk menarik perhatian Mario.
        Melupakan Mario pada kertas, pulpen, juga rangkaian katanya untuk sekejap saja. Aku ingin Mario ada disisiku, memeluk bahuku saat aku lelah, memberikan sandaran saat aku sedang sedih, dan bisa sama-sama bergandengan dan menghabisi waktu saat kami dalam kesenangan.
***
        Sudah hampir 5 menit aku tiba di halaman parkir label musik yang menjadi kantor Mario, kantor dan pekerjaan Mario yang membuat kekasihku itu melupakanku. Katakan aku bodoh karena menyalahkan pekerjaannya. Namun aku sadar, Mario memang membutuhkan pekerjaan, tetapi apa ia tak bisa memberika seperempat waktunya saja untukku? AKu juga membutuhkannya.
        Aku masih terdiam, memikirkan kalimat apa yang akan aku lontarkan saat aku tiba dihadapannya nanti. Aku mengetukkan jari-jariku pada kepala, memperintahkan otakku untuk membuat rangkaian kata sebagai ucapan maaf karena sudah melupakan hari jadi kami. Aku melupakannya, karena Mario juga tak mengucapkannya. Ya biar saja.
        Bukannya balas dendam, aku hanya ingin Mario merasakan apa yang aku rasakan. Eh, balas dendam ya namanya? Baiklah. Aku ingin balas dendam dengan Mario. Hampir beberapa bulan belakangan, Mario tak pernah mengucapkan terlebih dahulu, selalu aku yang memulai dan dia hanya membalas. Terimakasih. See u soon. Tetapi Mario tak pernah menemuiku dan selalu aku yang mengajaknya secara paksa. Tolong digaris bawahi. Secara paksa, jika aku tak merengek dan hampir menangis, Mario tak akan mau makan siang atau sekedar jalan di koridor Mall denganku. Tega, ‘kan?
        “Mario, aku minta maaf karena melupakan hari jadi kita. Aku nggak terlambat, ‘kan?” Aku terdiam sebentar, memikirkan kembali apa kalimatku ini akan berdampak baik pada kelanjutan hubungan kami. Takutnya, yang ada Mario akan marah jika aku melupakan hari jadi kami. Tetapi bukankah Mario juga selalu lupa?
        Sekali lagi aku menjatuhkan kepalaku pada stir mobil, “terlalu mainstream kata-katanya.” Aku menunduk dan kembali berfikir, membiarkan rambut panjangku menutupi sebagian wajahku. Ya ampun, mana pernah aku sefrustasi ini hanya karena pacar cuekku? Iyalah, pacarku sebelumnya itu selalu sayang dan memanjakkanku. Tetapi bagaimana dong, namanya juga cinta.
        “Apapun yang terjadi. Lo harus turun, Felly.” Ujarku meyakinkan diriku sendiri. Aku meraih sling bag ku dan mencantelkan pada bahuku, kemudian meraih kotak kue yang diberikan oleh Kezia dan Yudha. Tak lupa aku mencabut kunci mobilku terlebih dahulu, baru aku membuka pintu.
        “Membiarkan dress selututku tertiup angin, karena tanganku yang kerepotan memeluk kotak kue yang terbilang cukup besar. Ya, mungkin sekitar 50x50 cm. Selama rokku tidak menyingkap keatas, aku rasa semua aman. Lagi pula aku menggunakan dress yang bagian bawahnya memiliki banyak lapisan kok.
        “Mbak Felly, sudah lama tidak kesini.” Aku tersenyum saat menyadari Pak Ian –satpam kantor Mario menyapaku dengan ramah. Bahkan Satpam saja sadar kalau aku sudah jarang kesini, ya karena memang sebelum semua kekacauan itu terjadi aku sering sekali kesini. Mengingat kekacauan itu, aku merasa sangat bersalah dengan Mario, tetapi aku sudah meminta maaf ‘kan. Dan semua selesai.
        “Marionya ada, Pak?”
        Pak Ian mengangguk kemudian tersenyum ramah, membuat aku ikut tersenyum, saat mengingat cerita Mario tentang Satpam berusia hampir 50 tahun ini. Menghidupi 3 orang anaknya juga 2 orang cucu. Ia bahkan sangat semangat bekerja, betapa beruntungnya Istri Pak Ian.
        “Ada, Mbak. Sepertinya sedang ada artis yang bertemu dengan Mas Mario.” Aku terdiam sebentar. Pantas saja, rupanya Mario sedang memiliki project dengan salah satu penyanyi. Aku memutuskan untuk meletakkan kotak kue di atas meja satpam. Karena menurutku, masuk ke dalam ruangan Mario disaat ia ada tamu, malah membuat Mario marah padaku.
        “Artis lama atau baru, Pak?”
        “Sepertinya Baru, tetapi dia sudah beberapa kali kesini.” Aku mengangguk paham kemudian bersandar pada meja satpam yang sebatas dadaku.
        “Mario selalu sibuk ya, Pak?”
        “Mbak sama Masnya sedang bertengkar ya? Setiap datang, Pak Mario selalu dengan wajah cueknya.” Aku mengkerutkan keningku. Apa Pak Ian sebegitu sadarnya dengan kerenggangan kami?
        “Bapak kan punya 2 anak perempuan dan 1 laki-laki. Bapak tahu pasti, bagaimana anak muda galau karena pacarnya.” Kini aku malah tersenyum sambil tertawa kecil, melihat Pak Ian yang malah menggodaku.
        “PAK SATPAM!” aku mendengar seorang perempuan dari dalam kantor meneriaki Pak Ian dengan kencang, membuat aku menoleh begitupun Pak Ian. “Sebentar ya, Pak.” Aku mengangguk dan menatap Pak Ian dengan perempuan itu dari depan. Tak dapat mendengar pembicaraan mereka, namun aku bisa melihat perempuan itu mulai tak sopan dengan Pak Ian.
        “Mbak, tolong urus bapaknya nih.” Teriak perempuan itu dan kembali berjalan ke luar kantor dengan tas louis vuittonnya. Aku mengkerut saat aku sadar ia berteriak padaku, ya karena memang disini tidak ada perempuan selain aku.
        “Mas Jono, tolong Pak Iannya.” Satpam lainnya yang aku ketahui bernama Jono pun menghampiri Pak Ian yang kini menunduk.
        “Ada apa, Pak?”
        “Hanya salah paham kecil, Mbak. Itu Mbaknya sudah pergi, silahkan bertemu Mas Mario.” Aku tersenyum kecil, jadi penyanyi baru macam ini yang menarik perhatian Mario hingga melupakanku? Perempuan tidak sopan.
        Dengan perlahan aku berjalan ke dalam, sembari berjalan mataku ini tak ada henti-hentinya memperhatikan sofa-sofa yang tersedia juga beberapa pajangan dan ada sebuah meja yang khusus diisi awards yang diraih para artis yang sedang terlibat kontrak dengan label musik tempat Mario bekerja ini.
        Tok. Tok. Tok. Tok.
        Aku menghentikan langkahku kala mendengar suara sepatu menyapa lobi kantor dan berjalan dengan cepat, dan aku siap menoleh untuk melihat kekacauan sepatu heelsnya.
        Bruk.
        Aku merasakan nyeri pada punggungku, kepalaku terasa sedikit pusing saat tubuhku terhempas kelantai. Melupakan sosok kotak kue yang sedari tadi aku jaga. Aku mengerjapkan mataku kemudian bangkit dari posisiku sebelumnya, menatap perempuan yang menjadi partner kerja Mario ini menatapku dengan tajam.
        “Kalau berhenti jangan mendadak!” bentaknya padaku. Aku mengkerut, mencoba berfikir, siapa yang sebenarnya bersalah disini? Aku mengusap kepala bagian belakangku, menyadari rambutku berantakan, aku segera merapihkan rambutku dengan jari.
        “Astaga, kue gue.” Pekikku langsung menunduk dan meraih kotak kuenya. Membuka penutup kotak tersebut dan mengeceknya. Ya ampun, krimnya bececeran kemana-mena, tak berbentuk, parutan kejunya jatuh ke bawah semua. Ya ampun, Mario maaf.
        “Jangan nyalahin gue, ini salah lo.”
        “Kalau lo gak bikin kegaduhan, gue nggak akan berhenti!” teriakku tak mau kalah. Jika diingat alasanku berhenti, karena bunyi heelsnya kan?
        “Kue gue gimana ini?”
        “Emang gue pikirin.” Perempuan itu menata rambutnya yang tidak berantakan sama sekali, membuatku memutar bola mata dengan kesal. Berapa umur perempuan ini, sudah seperti tante-tante saja. Make-up juga tebal sekali, kalah aku.
        Aku menghela nafas panjang kemudian menatapnya dengan tatapan tajamku, memperintahkan perempuan tidak tahu diri ini mengganti kue ku. Jika tidak ada kue ini, apa yang harus aku jadikan alasan agar bisa bertemu Mario?
        “Kak Mario…” aku mengkerut saat perempuan itu berjalan ke arahku, tepat pada orang dibelakangku. Mendengar namanya aku segera menoleh. Bahkan memanggil Mario dengan panggilan Kakak, itu artinya dia jauh lebih muda dari Mario, tetapi berdanda seperti tantenya Mario saja. Hih.
        “Ada apa Felly?” aku mendesah melihat Mario yang tidak menoleh saat perempuan tidak dikenal itu bergelayut pada lengannya.
        “Kakak kenal perempuan ceroboh ini?” Aku menundukkan kepalaku, seolah tatapan Mario benar-benar mematikanku, menghancurkan keberanianku, menciutkan nyaliku. Aku menatap sekilas cheese cake yang sudah hancur dan kembali menutupnya.
        “Tadinya aku ingin ketemu kamu, tetapi cheese cake yang aku bawa jatuh ke lantai. Jadi aku pulang ya.” Aku membalikan badanku dan berjalan menjauhi Mario dan perempuan yang tidak aku kenal itu.
        “Felly.” Aku menghentikan langkahku kala Mario memanggil namaku. Tak perlu menoleh aku akan dapat mendengarkan perkataan Mario. “Hati-hati, ya.” dan saat itu air mataku turun membasahi pipiku, membuat aku menunduk dan kembali berjalan menuju mobilku.

***

        “Nggak berhasil?” aku mengangguk kemudian kembali memeluk bantalku. Menundukkan kepalaku, tak ingin menatap teman-temanku yang kini kembali menatapku sambil memasangkan wajah kasihannya. Memang tak bisa dipungkiri, diriku sendiri juga merasa kasihan padaku. Betapa bodohnya aku.
        “Benar-benar nggak ada yang bisa diharapan lagi. Gue benar-benar harus ambil keputusan.” Kataku membuat semua kembali menatapku, sampai Kezia mengalihkan pandangannya dari ponsel.
        “Kalau dia aja nggak ada niat ngobrol setelah insiden di kantornya, untuk apa gue pertahanin?” Iya gak sih, ngapai aku sibuk-sibuk mikirkn kelanjutan hubungan kita kalau Marionya saja seolah tak peduli padaku. Tak ada niat meminta maaf, atau mengganti kueku, atau hanya sekedar menjelaskan perempuan tidak tahu diri ini.
        “kakak kenal perempuan ceroboh ini?” Hatiku terasa nyeri kala mengingat perkataan permepuan itu. Bahkan ia baru bertemu aku sekali, dan bisa menyimpulkan bahwa aku adalah seseorang yang ceroboh. Memang, bahkan Mario berkata seperti itu. Namun inilah aku, kamu harus mencintai kekurangan juga kelebihanku.
        “Masih ada jalan lain, Felly. Pikirin matang-matang.” Aku menatap tajam pada Kezia, membuat Kezia bangkit dari duduknya dan menghampiriku.
        “Untuk apa gue capek-capek mikirin, Kez. Bahkan kayaknya Mario nggak pernah mikirin kelanjutan hubungan kita.”
        “Semua bisa diomongin baik-baik.” Kini aku melotot tajam pada Steffy. “Setelah semua yang gue lakuin, dia gak ada niat ngobrol sama gue. Gimana bisa diomongin?”
        “Iya tenang. Gue bakal ngomong baik-baik sama Mario.”
        “Nggak perlu, kalian gak perlu ikut campur.” Kini semua mata menatapku tak percaya. Bukan, bukan itu maksudku.
        “Maksud gue, gue nggak mau Mario berfikir kalau gue masih kekanak-kanakan dan meminta bantuan kalian. Gue bisa nyelesain masalah ini sendiri.” Aku mendengar Cherly menghela nafasnya kemudian mengelus pundakku.
        “Kita percaya sama lo. Buang emosi lo, tunjukin lo bisa.”
***
        Setelah mendapatkan update-an terbaru dari Mario melalui akun pathnya. Akhirnya aku memutuskan untuk datang kesana, membuat janji pada teman lamaku disana. Setidaknya aku ingin membuat Mario merasakan apa yang aku rasakan kemarin, saat menatap bahwa lengan itu bukanlah milikku, lengan itu bisa direngkuh oleh siapapun. Jelas saja aku merasa cemburu, aku merasa tidak diinginkan.
        “Nggak jauh dari rumah, mungkin 30 menit gue sampe.” Setelah Harry mengucapkan kalimat tersebut. Aku pun bersiap-siap dan berjalan ke halaman rumah, mengeluarkan mobilku dari garasi dan segera melesat menuju kafe yang menjadi tujuanku saat ini. Kafe yang digunakan Mario dan teman-teman sekantornya untuk merayakan peluncuran album terbaru perempuan tidak tahu diri itu.
        Aku tersenyum lebar, saat masuk ke dalam parkiran kafe ini, aku dapat melihat mobil hitam Mario yang terparkir sempurna disana. Hm, sudah berapa lama aku tidak duduk disampingnya?
        Kring.
        Setelah aku ikut parkir dengan sempurna disamping mobil avanza putih, aku pun meraih ponselku. Menjawab panggilan dari Harry. “Ya Harr?”
        “gue udah sampe. Meja nomor 8. Paling ujung. Disini ramai banget, takutnya lo gak nemu.” Aku tersenyum lebar kala mendengar perkataannya. Jadi aku akan duduk dekat dengan acaranya Mario? Harry pintar sekali.
        “Ada Mario juga.” Aku mendengar suara Harry sedikit berbisik, membuat aku makin melebarkan senyumanku dan segera keluar dari mobil.
        “Gue jalan kesana. Sekarang.”
        Setelah sampai di depan pintu kafe ini, aku memang melihat sebuah spanduk dengan tulisan “Christy Saura release new album” Aku tersenyum miring. Oh jadi nama perempuan kemarin itu Christy. Duh, Mario kamu ketemu perempuan macam ini dimana sih.
        “Atas nama siapa, Mbak?” seorang penjaga receptionist bertanya padaku, membuat aku terdiam sebentar kemudian menyebutkan nama Harry. Akhirnya Orang tersebut mengantarku menuju meja Harry, melewati kerumunan Mario dan kawan-kawannya. Aku sengaja tak menatap kesana, aku tak ingin jika tertangkap menjadi pihak yang bersalah. Aku tidak ingin Mario tahu bahwa aku tahu ia ada disini.
        “long time no see..” aku menggapai pelukan Harry. Kakak kelasku sejak SMA yang aku taksir besar-besar, kini sudah menikah dan memiliki bayi mungil. Aku tersenyum saat mendapatkan kabar darinya sekitar 2 tahun yang lalu. Aku juga mengenal baik istri Harry yang juga merupakan kakak kelasku saat itu. Dan sejak dulu, Harry tak mengizinkanku memanggilnya dengan embel-embel kakak.
        “Kakak apa kabar?” tanyaku. Aku pun memulai basa-basiku, menceritakan ulang masa-masa SMA kita. Harry juga menceritakan tentang proses persalinan istrinya, menceritakan juga kala mereka memperebutkan nama untuk anak perempuannya. Seolah terbawa suasana, aku ikut memikirkan itu, kala aku bertengkar dengan Mario soal nama anak kami, siapa yang kira-kira akan mengalah.
        “Bahkan soal jenis kelamin saja, kami ribut. Marsha ingin laki-laki, sedangkan aku perempuan. Well, kamu tahu pemenangnya kan.” Aku kembali tertawa dan kembali membayangkan bahwa aku juga menginginkan anak laki-laki sebagai anak pertamaku dengan Mario nanti. Ya ampun Felly, bahkan hubungan kalian tidak jelas, bagaimana bisa kamu berfikir akan memiliki anak dengannya?
        “Aku ke toilet sebentar, kak. Nanti sambung lagi.” Setelah mendapat persetujuan dari Harry, aku pun berjalan meninggalkan meja kami, kembali melewati meja Mario namun aku berlagak sibuk dengan rambut panjangku. Tak menatap ke arah sana sama sekali.
        Setelah selesai dengan urusanku di toilet, aku pun kembali berjalan menuju meja Harry. Lagi-lagi tak menatap kea rah Mario. Aku segera duduk di hadapan Harry. Kini Harry mendekatkan dirinya padaku sambil menyodorkan ponselnya. “lihatlah anak gadisku.” Mendengar perkataannya sontak aku mendekatkan dirinya, menatap layar ponselnya yang malah menunjukan wallpaper ponselnya.
        “tadi Mario kesini, nanya gue siapa. Gue jawab aja, temen lama lo.” Aku langsung tersentak dan menjauhkan kepalaku. Namun Harry kembali menarik pundakku.
        “Dia memperhatikan dari sini.” Felly pun kembali terdiam disamping Harry sambil terus memperhatikan wallpaper ponsel Harry yang terpampang fotonya dengan Kak Marsha. Halah. Bikin orang gondok aja.
        “terus dia jawab apa?”
        “lo keburu balik, dia langsung pergi.” Aku menghela nafas, padahal aku ingin mendengar tanggapannya tentang usahaku kali ini. Aku ingin tahu apa yang ada difikrian Mario saat aku bersama laki-laki lain. Berhasilkah usahaku kali ini? Mengetahui alasan Mario bersikap tak peduli padaku?
        Aku merasa Harry makin mendekati telingaku, aku memang sudah menceritakan keluhanku pada Mario. Memang tak menguntungkan sih, namun ia siap membantuku. Ia sudah menganggapku sebagai adiknya. “dia kesini, Fell.” Aku merasa jantungku berhenti berdetak, karena tiba-tiba…
        “Felly..” aku membeku ditempat, saat mendengar suara yang sudah lama tidak aku dengar memanggilku dengan lembut, kembali berucap. Bukannya aku merasa senang, aku merasa takut. Seolah planning ku sejak lama yang ingin membuat Mario marah malah berganti, kekhawatiranku berubah menjadi takut diputusin.
        “Siapa laki-laki ini?” tanya Mario dengan nada tertahannya. Seperti sudah mengerti tentangnya, aku tahu ia sedang menahan marahnya. Ia tak peduli lagi pada sekelilingnya, pada Christy yang disana menatapnya bingung.
        “Kalau mau kemana-mana aku udah bilang harus kabarin aku. Kamu kok nggak ngerti sih.” Aku tersenyum dalam hati, melihat Mario kini marah dihadapanku, mengucapkan kalimat dengan panjang. Ya, aku suka Mario yang seperti ini. Aku butuh ia sadar dengan kehadiranku, menganggap penting diriku, dan selalu ingin didekatku, seperti aku.
        “Sudah bosan diperhatiin, Hm?”
        Aku menggeram. Bosan diperhatiin, apa dia tidak salah bicara. “Diperhatiin siapa maksud kamu? Diperhatiin Harry, kah? Bahkan kamu nggak pernah kasih aku perhatian, Mario. Kamu berubah.” Aku ikut tersulut emosi, seolah perkataannya tadi, membuat aku salah dimata orang yang menatap kami. Padahal sebenarnya dialah yang salah disini.
        “Jadinya namanya Harry? Siapa Harry ini, selingkuhan kamu, atau pacar kamu?”
        Plak.
        “MARIO!” Aku menoleh ke belakang Mario, menatap Christy yang berusaha menghampirinya. Namun aku langsung membuka lebar tanganku. “jangan mendekat!” Aku kembali menatap Mario yang masih sibuk memegangi pipinya yang aku tampar. Bagaimana bisa ia terfikir bahwa Harry ada selingkuhanku.
        “Kita bicarain ditempat lain!” Mario menarik kasar lenganku, membuat aku menepisnya namun gagal, ia lebih kuat. Kalian harus tahu, laki-laki selalu menang dalam masalah tenaga.
        “Jangan kasar, bro. pelan-pelan.”
        “Diem lo. Ini cewek gue!” Mario kembali menarik tanganku. Rasa sakit pada pergelangan tanganku seolah tak terasa kala Mario mengakui sebagai kekasihnya dihadapan banyak orang, dihadapan Harry juga beberapa teman kerjanya. Aku bahagia, namun bukan seperti ini.
        “Kalau lo selingkuhan Felly, gue akan ngebisin lo disini.” Mario menghempaskan tanganku dan siap memukul Harry, jika saja suara perempuan tidak menyapanya.
        “Sayang…” Semua fokus berpindah pada gadis dengan seorang bayi dalam gendongannya. Harry tersenyum lebar. “gue murni temenan sama Felly. Gue udah punya istri. Selesain masalah lo.” Tanpa berfikir panjang, Mario menari tanganku, membawaku meninggalkan kafe, dan masuk ke dalam mobil.
        Aku melihat Mario mengeluarkan ponselnya, “aku bawa mo–“
        “Pak Ian, tolong Mobil Felly di Kafe jl. Sudirman. Kuncinya ada di laci meja kerja saya pak.” Setelah diam dengan ponselnya. Mario menutup teleponnya dan kembali menatapku.
        “kita omongin di apartemenku. Tenangin diri kamu.” Mobil Mario pun mulai berjalan meninggalkan halaman parkir. Aku disuruh nenangin diri katanya? Yang ada dia nenagin diri.

****
        Setelah kami berdua tiba di ruang tamu apartemen Mario, dengan sopan Mario menyuruhku duduk di sofanya. Dan dengan patuh, aku menuruti perkataannya. Mataku jelas masih memerah, perjalan dari kafe ke apartemen Mario tak berhasil menenangkan diriku.
        “aku minta maaf.” Aku mendongakan kepalaku, tak menyangka Mario akan menyadari kesalahannya. Aku menatapnya dengan senang, berharap ini awal yang baik untuk hubungan kita.
        “Aku sadar hampir 6 bulan ini aku cuekin kamu. Aku sadar aku salah, makanya sekarang aku minta maaf.” Mataku mulai kembali memerah kala aku mendapatkan perkataan maaf yang aku tunggu-tunggu sejak lama.
        “aku seperti ini hanya karena aku takut kamu tidak serius dengan hubungan kita, mengingat kejadian 6 bulan yang lalu, aku berfikir ini terlalu main-main.” Aku membeku ditempat. Menyadari bahwa masa laluku benar-benar membawa dampak buruk bagi hubunganku dengan Mario.
        “aku minta maaf..” kini aku yang membuka suara. Mario masih berdiri didepan meja ruang tamu, menatapku yang kini mendongak dengan mata berkaca-kaca.
        “sejak 6 bulan yang lalu, aku selalu berfikir bahwa laki-laki yang bersama kamu adalah selingkuhan atau pacar kamu. Malah aku berfikir bahwa kamu menduakan bahkan lebih dari itu” aku melotot mendengar perkataannya.
        “kamu fikir kau cewek murahan?”
        “iya-iya maaf, aku minta maaf sudah berfikir seperti itu, sungguh aku gak maksud mengatakan hal seperti itu.” Aku terdiam. Seolah tak ingin membuka lama, aku tak ingin membahas masa lalu.
        “Meskipun jelas-jelas saat kamu tertangkap selingkuh, kamu memilih aku, aku merasa tidak cukup, aku takut kamu mengulanginya lagi.” Aku terdiam. Sebegitu pengaruhnya kamu, Mario?
        “Mario dengarkan aku, saat aku sudah pilih kamu, ya akan hanya ada kamu.”
        Mario mengangguk paham, “begitupun aku. Saat aku merasa yakin sama kamu. Setahun yang lalu aku menyatakan perasaanku, bukan hanya sekedar menyatakan, aku benar-benar memilih kamu, bukan sekedar menjadi kekasihku, tetapi calon istriku.” Aku dibuat mematung dengan perkataannya. Jadi Mario juga berfikir sejauh ini.
        “Maka dari itu aku nggak mau main-main. Aku benar-benar mau jaga kamu.”
        “terus kenapa kamu cuekkin aku? Aku itu butuh kamu disamping aku, aku butuh bahu kamu, aku butuh semangat aku saat aku sedang sedih. Kemana kamu saat itu, kenapa kamu malah nggak peduli sama aku.” Mengingat inti permasalahanku, aku mengutarakannya dengan air mata berlinang. Air mata bahagia juga air mata kesakitan.
        “Aku minta maaf, aku tahu beberapa hal yang kamu lakukan untuk menarik perhatianku. Tetapi kembali ke awal, aku takut kamu menganggap ini semua main-main.”
        “bahkan kamu gak berniat memberitahu aku siapa perempuan yang bergelayut saat aku ke kantor kamu beberapa hari yang lalu.” Mario terlihat terdiam kemudian mulai mendekatiku dan duduk disampingku.
        “Itu artis baru yang sedang terlibat kontrak. Kamu tahu aku soal pekerjaan. Aku butuh dia, Felly.” Aku terdiam. Aku sudah tahu itu, bahkan aku sudah membaca spanduknya didepan kafe.
        “aku minta maaf karena sikapku yang seolah tak peduli dengan apapun yang kamu lakukan. Aku nggak suka saat kamu pakai rok terlalu pendek, dan kamu mengunggah ke instagram, aku nggak suka saat aku tahu kamu pergi dengan teman-temanmu juga para pacarnya tetapi kamu nggak ngajak aku. Aku nggak suka saat kamu menyebrang di depan kantor aku tanpa satpam, kamu bisa celaka Felly.” Aku terdiam. Jadi dia tahu semua yang aku lakukan untuk menarik perhatiannya? Jadi dia tahu semuanya?
        Bukannya merasa senang, aku justru merasa sakit hati dengan perlakuannya. “Terus kenapa kamu diam aja!” aku membentak Mario, membuat Mario menundukan kepalanya kemudian meraih kepalaku pada dekapannya, membuat aku terdiam dan hampir terlena. Namun dengan cepat aku mendorong dirinya.
        “Aku butuh waktu untuk meyakinkan diriku, dan saat aku lihat kamu sama laki-lai dan menempel seperti itu, aku merasa sangat marah, dan akhirnya aku menghampiri kamu. Jangan salahkan aku, salahkan cintaku yang terlalu besar” aku kembali meneteskan air mataku dihadapannya. Menyadari betapa besar ia mencintaiku namun dengan cara yang salah.
        “Aku benar-benar serius sama kamu, Felly. Waktu enam bulan sudah cukup bagiku, dan aku yakin dengan keputusanku.” Ia menarik nafas panjang kemudian sedikit memiringkan tubuhnya agar lebih tepat menatap padaku.
        “Apa kamu mau menikah denganku?” aku terdiam. Menyerap kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya. Aku terharu dengan perkataannya, pernyataannya.
        Mario meraih tanganku dan tangan yang bebas meraih sesuatu dibawah meja ruang tamunya. “aku berniat besok akan meminta maaf, tetapi ternyata takdir berkata lain.” Cincin yang baru saja ia ambil, disematkan dijari manisku, membuat aku tersenyum namun tetap saja air mata menetes.
        “Mario…” aku ambruk dalam pelukannya, memeluk erat punggungnya dan menenggelamkan wajahku pada dadanya. Aku sangat menyayangi laki-laki ini. Aku tidak tahu jika Mario seserius ini dengannya. Ya tuhan, maaf untuk perlakuanku dulu, perlakuan yang membuat kekasihku merasa trauma dengan pacarnya sendiri.
        “pipi kamu sakit ya?” tanganku bergerak mengelus pipinya yang aku tampar saat di kafe. Dia tersenyum kecil kemudian mengusap kepalaku.
        “Sembuhin dong,” aku bangkit dari dudukku, berniat mencari handuk dan air hangat untuk mengompres memar dipipinya, apa sesakit ini?
        “mau kemana?”
        “nyari air hangat dan handuk kecil.”
        “cium aja, aku sembuhku” aku langsung memukul lengannya saat menyadari perkataannya. Ia malah tersenyum dan terus menghindari pukulanku pada lengannya. Bahkan kami sampai bekejar-kejaran di ruang tamu Mario. Aku benar-benar bahagia saat ini, bisa kembali menatap senyumnya, tawanya, dan aku sangat mencintainya.
        Mario menghentikan langkahnya dan memelukku dengan erat, menyalurkan perasaan rindu kami yang hampir enam bulan tak pernah seintim ini. Aku bersyukur karena kesalah pahaman ini sudah selesai, aku bersyukur karena aku akan kembali bahagia bersama Mario.
        “sorry, and I love you” aku tersenyum dan segera mengecup pipinya dan kembali melarikan diri, membuat keadaan berputar, karena kini Mariolah yang mengejarku dan saat tertangkap ia tak melepaskanku dan kembali memelukku. “I love you too, my prince.”

        “and I miss you, btw.” 

Btw, Kalau mau baca lebih komplit, bisa cek ke wattpad aja ya. Ada beberapa bagian yang disini gak ada.